Fanatisme Buta

FANATISME BUTA

Oleh: Usamah Zahid

Read More

Seringkali kita dibutakan dengan kecintaan terhadap seseorang atau kelompok yang kita anggap benar, sehingga objektivitas kita menjadi terganggu dan nalar kritis kita menjadi tumpul.

Ketika satu kelompok melakukan kekeliruan dan kesalahan, maka bagi kelompok penentang, kesalahan tersebut akan diblow up sedemikian rupa, jika perlu didramatisir dengan narasi narasi yang hiperbolik, untuk mempengaruhi kecenderungan dan tendensi publik agar mendukung kelompoknya.

Sebaliknya, jika kesalahan tersebut dilakukan oleh kelompoknya sendiri, maka ia akan diam saja, malah jika perlu dibuatkan narasi narasi pembelaan lengkap dengan segala bentuk argumentasinya.

Tujuannya tentu saja agar menarik sebanyak-banyaknya simpati publik, terutama pada floating mass atau pihak-pihak yang dianggap belum menentukan keberpihakannya.

Dalam kasus Fuad Plered misalnya, maka pihak-pihak yang berada dalam satu barisan dengannya hampir tidak bersuara sama sekali untuk menegur apalagi menyalahkan terhadap kata kata yang sangat tidak pantas yang terucap dari mulutnya.

Namun bagi para pendukung klan Ba’alwi, ucapan Fuad Plered seolah merupakan durian runtuh, yang dapat mereka jadikan sebagai senjata untuk berbalik menyudutkan para penentangnya, dan men-generalisir seakan-akan begitulah akhlak para penentang Ba’alwi.

Padahal dalam waktu yang berbeda, mulut Rizieq Shihab dan Bahar Smith pun tidak kalah joroknya, bahkan lebih kasar, lebih bar-bar, dan lebih konsisten dalam kebrutalannya daripada Fuad Plered, karena dilakukan tidak hanya satu kali, akan tetapi berkali kali, dalam berbagai forum dan kesempatan.

Jadi apa sebenarnya perbedaannya, toh akhirnya akan sama saja, kecintaan yang berlebihan terhadap kelompoknya disertai kebencian yang mendalam kepada lawan lawannya justru menjadi kontra produktif bagi penegakkan keadilan yang suprematif.

Bukankah Nabi Muhamad juga pernah menyampaikan dalam sebuah hadits tentang larangan bagi seseorang untuk mencintai ataupun membenci secara berlebihan, karena bisa jadi orang ataupun kelompok yang saat ini kita cintai suatu saat harus kita benci, pun juga sebaliknya, orang ataupun kelompok yang kita benci saat ini dimasa depan ternyata menjadi yang paling dekat dengan kita.

Maka, berusaha dengan sekuat tenaga agar kita dapat bersikap objektif dan adil dalam segala hal dan dalam rangka menegakkan keadilan serta kesetaraan bagi umat manusia merupakan sesuatu yang mesti harus kita perjuangkan terus menerus dan berkelanjutan.

Mungkin tidak cukup waktu bagi kita untuk dapat menyaksikan hasilnya, atau bahkan cita cita tersebut hanyalah utopia belaka, atau yang lebih buruk lagi, justru kita sendiri yang terjebak dalam fanatisme yang serupa.

Tapi apapun itu selagi kita masih memiliki kesadaran akan pentingnya masa depan yang baik bagi anak dan cucu kita, ikhtiar semacam itu tetaplah layak kita perjuangkan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *