BELERANG MERAH
RED SULPHUR
(catatan pinggir ngaji Jawahirul Qur’an)
Oleh: Usamah Zahid
Ketika sampai pada pasal tentang pembagian surat dan ayat2 alqur’an, al Ghazali dalam kitab JAWAHIRUL QUR’AN membaginya kedalam dua cluster yang masing-masing berisi tiga bagian, dimana cluster yang pertama memuat surat dan ayat2 yang pokok dan utama, sedangkan cluster yang kedua memuat surat dan ayat2 yang berisi tentang penjelasan dan penyempurna dari yang pertama.
Cluster yang pertama ini memuat tiga ajaran pokok yang salah satunya, atau yang pertama adalah تعريف المدعو إليه “Mengenal kepada Tuhan yang didakwahkan (Allah) “, yang kemudian disebut oleh al Ghazali dengan الكبريت الاحمر Belerang merah atau red sulphur, sebuah perumpamaan atau metafora yang indah namun agak ganjil bagi saya.
Indah karena frasa tersebut terdengar keren, namun di saat yang bersamaan juga terasa aneh karena tidak biasa atau bahkan tidak pernah mendengar sebelumnya, ada belerang yang berwarna merah.
Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Kiai Ulil Abshar Abdalla, ada seorang Sufi yang mendapat julukan الكبريت الاحمر, yakni Muhyiddin Ibnu Arabi, mengingat maqam beliau yang sangat tinggi dalam dunia tasawwuf, saya menduga julukan ini tidak akan disematkan pada sembarang orang, hanya orang-orang terpilih dapat menyandangnya, dan yang pasti jumlahnya sedikit sekali.
Selanjutnya, al Ghazali membagi lagi pokok ajaran yang pertama tersebut menjadi tiga bagian, yang secara maratib diurutkan secara kualitatif dari yang tertinggi yaitu;
Yang pertama adalah معرفة الحق yang diumpamakan dengan Yaqut merah, yang mana ini adalah kualitas terbaik, termulia, pemilik derajat tertinggi sekaligus terlangka dari ketiganya, ini menjadi personifikasi dari manusia yang telah sampai pada maqam ma’rifat pada dzatnya Allah, suatu pencapaian tertinggi dalam dunia sufi.
Urutan berikutnya adalah معرفة الصفات, yang diumpamakan dengan Yaqut yang bersemu merah, di dalam alquran surat atau ayat yang menjelaskan tentang sifat2 Allah lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan yang pertama, sehingga dapat menjadi semacam guidens yang jelas untuk mengetahui sifat2 Allah.
Dan yang terakhir adalah معرفة الأفعال “mengetahui af’alnya Allah” yang diumpamakan oleh al Ghazali dengan Yaqut yang berwarna Kuning.
Demikian luasnya af’alnya Allah, sehingga mustahil bagi makhluk untuk dapat memahami af’alnya Allah secara keseluruhan, al Ghazali menyebut af’alnya Allah dengan istilah
بحر متسع أصنافه، ولا ينال بالاستقصاء أطرافه….
Samudera maha luas yang tak bertepi.
Meskipun al Qur’an memuat keterangan tentang af’alnya Allah, namun yang ditulis hanyalah keterangan yang dapat dijelaskan secara indrawi semata, atau alam musyahadah, disisi lain ada af’alnya Allah yang lebih mulia, lebih mengagumkan dan lebih mampu menunjukkan tentang keagungan dan kebesaran Allah, yaitu yang terdapat pada alam yang tidak dapat diidentifikasi secara indrawi yakni alam malakut.
Bahkan al Ghazali lebih jauh mengatakan, bahwa pemahaman tentang af’alnya Allah yang mulia, tidak dapat dijangkau oleh kebanyakan makhluk, sebagian besar hanya sampai pada pemahaman yang bersifat inderawi, atau kulit luar dari inti dan kemurnian, yang menjadi substansi dari af’alnya Allah.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan dan istiqomah untuk menggapai maqom2 tersebut.