Khutbah ini mengajak kita untuk merenungkan makna sejati dari ibadah puasa, yang tidak hanya terbatas pada kewajiban ritual belaka, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang mendalam. Melalui kisah tentang keluarga Rasulullah yang sederhana namun penuh keikhlasan, kita diingatkan akan pentingnya empati dan kepedulian terhadap sesama.
Silakan klik link di bawah naskah untuk mendownload naskah khutbah ini!
(Khutbah Pertama)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَا إِ لَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لَا إِ لَهَ إِلَّا اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُنَافِقُوْنَ، لَا إِ لَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Perjalanan waktu terkadang tidak terasa seolah baru kemarin kita mengucapkan Marhaban Ya Syahro Romadhon tahu-tahu sekarang kita sudah berada di penghujung bulan yang berkah dan suci ini.
Hadirin… Ramadan telah meninggalkan kita, bulan yang sangat mulia, agung dan penuh berkah ini akan menjauh dari kita.
Kita lepas kepergiannya dengan airmata bagai melepas sahabat tercinta yang kan senantiasa terkenang sepanjang masa bahkan kepergiannya ditangisi oleh langit, bumi dan para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Setiap kali Ramadan telah berakhir ada kecemasan di dalam diri ini kalau kalau umur kita tidak sampai pada Ramadan tahun depan, ada kecemasan kalau ini adalah Ramadan terakhir dalam hidup kita, karena itu panjangkanlah umur kami ya Allah untuk bisa berjumpa pada Ramadan tahun depan agar kami dapat semakin dekat denganmu.
Hadirin Rahimakumullah…
Dan tidak terasa pula pada hari ini kita sudah berada di hari Idulfitri. Takbir, tahmid dan takbir menggema seantero dunia melambangkan rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena sudah berjumpa dengan hari kemenangan yaitu Idulfitri.
Namun terbersit dalam lubuk hati yang paling dalam apakah kita semua yang hadir di sini sudah mencapai kemenangan itu?
Apakah puasa kita sudah menjadi madrasah untuk menjadikan diri kita peka kepada orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain?
Padahal kita sadar hikmah disyariatkannya puasa terbesar secara sosial adalah merasakan perih derita dan laparnya orang-orang miskin
Hadirin Rahimakumullah…
Setiap hari mereka menahan lapar dan haus serta hanya mencari sedikit makanan dan minuman untuk mempertahankan hidupnya di hari esok, tapi apakah sudah rasa itu masuk dalam jiwa kita, masuk ke dalam relung-relung sanubari kita?
Bulan puasa adalah tarbiyah untuk kita mencoba memahami kelaparan mereka, ketiadaan mereka.
Apakah kita sedang berpura-pura menjadi mereka (berpuasa), tanpa sedikitpun menjadi mereka.
Kita berbuka dengan kemewahan, sedang mereka tetap seperti apa adanya. Kita punya hari kemenangan, sedangkan mereka setiap hari merasakan kalah.
Kita hanya menjalankan perintah, sedangkan mereka menjalani hidupnya.
Kita hanya menunda lapar, sedangkan lapar ada dalam setiap tarikan nafas mereka.
Bahkan kita lebih senang menjalankan ritual tanpa perduli maknanya.
Kita lebih senang menyimpan uang untuk belanja makanan berbuka puasa, tanpa memikirkan berbagi rezeki pada mereka yang sedang tidak berpunya.
Saat lebaran tiba kita memamerkan apa yang kita punya pada keluarga, tanpa sedikitpun berpikir bahwa ada kepala keluarga yang bingung ketika anaknya bertanya, “besok kita makan apa, Pak?”
Dan setiap tahun, tanpa disadari kita selalu merasa kalah. Kalah oleh kemunafikan. Ternyata tidak ada sedikitpun yang bisa kita banggakan sebagai hari kemenangan.
Hadirin Rahimakumullah…
Mari kita merenung sejenak, kita kembali akan makna puasa yang sebenarnya.
Manusia selalu menghibur dirinya bahwa ia sudah melakukan ibadah, padahal ia sejatinya hanya menjalankan kewajiban belaka.
Masihkah apakah kita harus terus seperti ini?
Melalui bulan Ramadan begitu saja tanpa menghadirkan kepekaan kita kepada orang-orang miskin?
Hadirin Rahimakumullah…
Ada sebuah kisah pada saat malam takbiran tiba, Sayyidina Ali bin Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan kurma. Beliau bersama istrinya, Sayyidah Fathimah az-Zahra, Sayyidina Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung kurma. Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Sayyidah Fatimah menuntun Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.
Esok harinya tiba Shalat Idulfitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti salat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah Idulfitri selesai, keluarga Rasulullah Saw itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.
Sahabat beliau, Ibnu Rafi’i bermaksud untuk mengucapkan selamat Idulfitri kepada keluarga putri Rasulullah Saw. Sampai di depan pintu rumah, alangkah tercengang Ibnu Rafi’i melihat apa yang dimakan oleh keluarga Rasulullah itu.
Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein yang masih balita, dalam Idulfitri makanannya adalah gandum tanpa mentega, gandum basi yang baunya tercium oleh sahabat Nabi itu.
Seketika itu Ibnu Rafi’i berucap Istighfar, sambil mengusap-usap dadanya seolah ada yang nyeri di sana. Mata Ibnu Rafi’i berlinang butiran bening, perlahan butiran itu menetes di pipinya.
Kecamuk dalam dada Ibnu Rafi’i sangat kuat, setengah lari ia pun bergegas menghadap Rasulullah Saw.
Sesampainya tiba di depan Rasulullah, “Ya Rasulullah, ya Rasulullah, ya Rasulullah, putri baginda dan cucu baginda,” ujar Ibnu Rafi’i. “Ada apa wahai sahabatku?” tanya Rasulullah.
“Tengoklah ke rumah putri baginda, ya Rasulullah. Tengoklah cucu baginda Hasan dan Husein.”
“Kenapa keluargaku?”
“Tengoklah sendiri oleh baginda, saya tidak kuasa mengatakan semuanya.”
Rasulullah Saw pun bergegas menuju rumah Sayyidah Fatimah. Tiba di teras rumah, tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan kedua putranya.
Mata Rasulullah pun berlinang. Beliau menangis melihat keluarga putri tercinta dan dua cucunya yang hanya makan gandum basi dihari Raya Idul Fitri.
Di saat semua orang berbahagia, di saat semua orang makan yang enak-enak. Keluarga Rasulullah Saw penuh tawa bahagia dengan hanya makan gandum yang baunya tercium tak sedap.
“Ya Allah, Allahumma Isyhad… Ya Allah, Allahumma Isyhad… (Ya Allah saksikanlah, saksikanlah) Di hari Idulfitri keluargaku makanannya adalah gandum yang basi. Mereka membela kaum papa, ya Allah. Mereka mencintai kaum fuqara dan masakin. Mereka relakan lidah dan perutnya mengecap makanan basi, asalkan kaum fakir miskin bisa memakan makanan yang lezat. Allahumma Isyhad, saksikanlah ya Allah, saksikanlah,” bibir Rasulullah berbisik lembut.
Sayyidah Fathimah tersadar kalau di luar pintu rumah, sang ayah sedang berdiri tegak. “Duhai Ayahnda, ada apa gerangan Ayah menangis?”
Rasulullah tak tahan mendengar pertanyaan itu. Setengah berlari ia memeluk putri kesayangannya sambil berujar,
“Surga untukmu, Nak…Surga untukmu.”
Demikianlah, menurut Ibnu Rafi’i, keluarga Rasulullah Saw pada hari Idulfitri menyantap makanan yang basi dan bau.
Ibnu Rafi’i berkata, “Aku diperintahkan oleh Rasulullah Saw agar tidak menceritakan tradisi keluarganya setiap Idulfitri dan aku pun simpan kisah itu dalam hatiku.
Namun, selepas Rasulullah Saw wafat, aku takut dituduh menyembunyikan hadits, maka aku ceritakan hal ini agar menjadi pelajaran bagi segenap kaum Muslimin.”
Allahuakbar Allahuakbar walillahilhamd
Mendengar cerita di atas begitu dekatnya Rasulullah beserta keluarganya dengan fakir miskin, Rasul senang menjumpai faqir miskin, bercengkrama dan duduk bersama dengan mereka.
Sampai-sampai Rosul pernah berdoa, dalam hadits Anas bin malik Rosulullah bersabda:
قَالَ « اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا وَأَمِتْنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّى الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ يَا عَائِشَةُ أَحِبِّى الْمَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama dengan orang-orang miskin pada hari kiamat”. ‘Aisyah berkata, “Mengapa –wahai Rasulullah- engkau meminta demikian?” “Orang-orang miskin itu masuk ke dalam surga 40 tahun sebelum orang-orang kaya. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menolak orang miskin walau dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada hari kiamat”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Tirmidzi)
Allahuakbar Allahuakbar walillahilhamd
Karena diantara keberkahan yang kita rasakan kecukupan hidup kesehatan badan salah satunya ada sebab doa dari fakir miskin.
Sebagimana Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا: بِدَعْوَتِهِمْ، وَصَلاَتِهِمْ، وَإِخْلاَصِهِمْ
“Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka.” (HR. An Nasai)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
“Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu puasa yang telah kita laksanakan Semoga menjadi bimbingan rohani buat kita bahwasanya pokok dasar dari pada agama adalah mampu menjaga hubungan baik dengan Allah yaitu (habluminallah) dan juga mampu menjaga hubungan baik sesama manusia (habluminannas) di antaranya mengolah kepekaan, keprihatinan dalam merasakan dan ikut membantu orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Marilah kita jadikan Idulfitri kali ini untuk kembali memahami fitrah dasar manusia. Fitrah yang diciptakan untuk saling mengasihi dan saling menyayangi. Kita jadikan Idulfitri sebagai momentum untuk merajut kembali tali kerukunan, kebersamaan, dan persatuan bagi bangsa kita dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmatNya serta menjadikan tempat tinggal kami, bangsa kami baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur… Amin ya rabbal ‘alamin…
إِنَّ اَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلاَمُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلاَّمِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالىَ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْنَ
أَعُوْذُ بِا للهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
باَ رَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ .إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ
***
(Khutbah Kedua)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ مَنَّ عَلَيْنَا بِهَذِهِ الصَّبِيْحَةِ الْمُبَارَكَةِ اللاَّمِعَةِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ذِي اْلأَنْوَارِ السَّاطِعَةِ وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.
أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُه. اللّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وأصْحابِهِ وَمَنْ وَالَاهْ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ تَكُوْنُوْا عِنْدَهُ مِنَ الْمُفْلِحِيْنَ الْفَائِزِيْنَ. وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلىَ خَاتَمِ النَّبِيّيْنَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ، فَقَدْ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ الرَّبُّ الْكَرِيْمُ فَقَالَ سُبْحَانَهُ قَوْلاً كَرِيْمًا: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ عَلا بِهِمْ مَنَارُ اْلإِيْمَانِ وَارْتَفَعَ، وَشَيَّدَ اللهُ بِهِمْ مِنْ قَوَاعِدِ الدِّيْنِ الحَنِيفِ مَا شَرَعَ، وَأَخْمَدَ بِهِمْ كَلِمَةَ مَنْ حَادَ عَنِ الْحَقِّ وَمَالَ إِلَى الْبِدَعِ.، اَللَّهُمَّ وَارْضَ عَنِ خُلَفَائِهِ اْلأَرْبَعَةِ سَادَاتِنَا أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ أجَمْعَيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَاتَخَوَّفَنَا
عِبَادَ الله. اِنَّ الله يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Oleh: Muhammad Hery Fadli
Keluarga Besar Jalsatul Fuqoha
Bekasi, 29 Romadhon 1445 H
Referensi: Alkisah (Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm. 232)